Nama alat tenun tradisionil yang digunakan adalah Parewa Tandayang,
sebuah alat tenun yang terbuat dari kayu, bambu, sa'be (benang dalam
bahasa mandar) dan suliang (sebagai pengganti jarum). Semua pengerjaan
dilakukan dengan sangat tradisionil, tidak menggunakan mesin, hanya
menggunakan tangan.Proses pengerjaan 1 sarung kurang lebih 1 minggu, ukuran 1 buah sarung
adalah 3 meter.
Kain-kain tersebut akan dipasarkan dengan harga Rp.
200.000 (dua ratus ribu rupiah) sampai Rp. 300.000 (tiga ratus ribu
rupiah) per kain. Mereka biasanya memasarkan kain tersebut di luar
wilayah Mandar. Seperti mamuju, bugis, makasar, sampai ke pulau
jawa.
jawa.
Walau dengan alat yang tradisonal, mereka dapat
menghasilkan Sutra tenun yang sangat bagus. Di tengah-tengah modernisasi
seperti sekarang ini, mereka tetap melestarikan adat mereka dengan
baik, dan menghasilkan hasil yang istimewa.
sarung yang berwarna biru akan di jual dengan harga 300 ribu rupiah
(sutra india)
dan kain merah sutra asli dengan motif bunga sambar dijual dgn harga
400 ribu rupiah.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustri Perdagangan Koperasi dan UKM Provinsi Sulbar, Idris Padua di Mamuju, mengatakan produksi sarung sutera Sulbar miliki kualitas ekspor, sehingga bisa bersaing dengan produk serupa dari daerah lain.
Ia mengatakan, industri tenung sarung sutra banyak dikembangkan wilayah Sulbar khususnya masyarakat yang masih kental dengan tradisi Mandar.
Masyarakat banyak yang mengembangkan industri kerajinan tangan tersebut khususnya di Kecamatan Tinambung dan Kecamatan Campalagian Kabupaten Polman dengan hasil produk sarung Mandar.
Namun kerajinan yang dikembangkan masyarakat tersebut sifatnya masih sangat tradisional sehingga produksi yang dihasilkan dari industri kerajinan ini masih terbatas. "Belum ada investor yang tertarik mengelola industri kerajinan ini, sehingga kerajinan tangan ini belum dikelola secara profesional padahal jika industri kerajinan ini dikembangkan dengan baik maka industri ini dapat menembus pasar internasional,"ujarnya
Karena kata dia, industri ini ternyata banyak digemari berdasarkan animo masyarakat luar di daerah ini maupun mancanegara yang pernah menyaksikan kerajinan ini ketika dipamerkan diluar negeri.
Ia mengatakan, industri ini dikembangkan masyarakat hanya sebagai pekerjaan sampingan dan bukan menjadi penghasilan tetap. masyarakat sebelumnya hanya mampu menghasilkan satu sarung sutra dalam waktu yang lama mencapai satu minggu, dan menjual satu sarung sutera kepada masyarakat lokal dengan Rp 200 ribu hingga sekitar Rp 300 ribu per lembar,"katanya.
Namun kata dia, setelah pemerintah memberikan empat unit bantuan alat tenun bukan mesin (ATBM), kerajinan tangan ini mulai dikembangkan dengan cara lebih baik. Satu ATBM kini dapat menghasilkan satu sarung dalam sehari, sehingga industri ini mulai dikembangkan masyarakat.